Sunday, July 26, 2009

Lobster air tawar

Lobster air tawar adalah Decapoda air tawar yang dapat tumbuh menjadi besar. Jumlah lobster air tawar mencapai lebih dari 500 jenis yang tersebar di seluruh dunia sebagai specimen asli, antara lain Eropa Selatan, Jepang Utara, Cina Timur Laut, Rusia Tenggara, Australia, Tasmania, New Zealand, Uruguai, Brazil Selatan, Chili selatan dan Madagaskar. Di Indonesia, terutama di perairan Jaya Wijaya terdapat beberapa species, diantaranya Cherax monticola, C. Lorenzi, C. Communis, C. Papuana dan C. waselli.

Pada awalnya lobster air tawar dikenal sebagai komoditas ikan hias. Warna dan bentuk tubuhnya menjadi daya tarik tersendiri untuk dijadikan sebagai pajangan di akuarium. Berbagai jenis lobster air tawar telah didatangkan (diimport) untuk memenuhi pasar ikan hias di Indonesia. Selain itu, para hobiis lobster hias juga berburu jenis-jenis lokal species asli Indonesia.

Di Indonesia komoditas lobster air tawar sebagai hiasan mulai dikenal sejak tahun 1991. Keberhasilan teknik budidaya lobster air tawar membuat pertumbuhannya cepat dan dapat mencapai ukuran yang besar, sehingga sejak tahun 2003 para pembudidaya mengembangkan jenis udang tawar ini tidak hanya sebagai komoditas hias, tapi juga untuk komoditas konsumsi. Kebutuhan lobster air tawar konsumsi semakin meningkat, namun produksinya masih sangat rendah sehingga harganya sangat tinggi.

Pada tahun 1994, Amerika Serikat (AS) mengekspor lobster air tawar lebih dari 4000 ton. Semakin tahun produksinya semakin menurun, sehingga impornya semakin meningkat. Pada tahun 2000, AS sudah tidak atau sedikit mengekspor lobster air tawar. Pada tahun 2004 impor lobster air tawar AS mencapai 7000 ton, sedangkan produksinya pada tahun 2002 mencapai 30000 ton.

Pengembangan lobster air tawar sebagai komoditas konsumsi dinilai lebih potensial. Hal ini didasarkan pada beberapa alasan, antara lain adalah permintaan pasar yang masih belum terpenuhi, baik domestik maupun eksport. Salah satunya juga dilatarbelakangi oleh ketidakstabilan hasil tangkapan lobster air laut. Alasan lain adalah apabila lobster air tawar sebagai komoditas yang dikonsumsi, maka ketersediaan stok lobster air tawar akan selalu dibutuhkan. Tidak hanya pasar eksport, pasar domestikpun hingga saat ini masih belum terpenuhi secara stabil.

Di Indonesia, hidangan lobster air tawar masih terbatas pada restaurant di kota-kota besar dan hotel berbintang dengan harga yang sangat tinggi. Kondisi tersebut menjadikan komoditas lobster air tawar akan menjadi peluang bisnis yang potensial. Selain itu, peningkatan jumlah penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat menuntut dilakukannya upaya menggali berbagai alternatif untuk meningkatkan produksi sebagai penunjang ketersediaan bahan pangan. Kondisi sumberdaya alam di Indonesia secara umum juga sangat cocok untuk pengembangan budidaya lobster air tawar. (musida.web.id)

Biologi Lobster (Homarus sp.)

jenis Homarus mudah dikenali karena memiliki capit yang besar, ukuran tubuhnya bisa mencapai 10 kg per ekor dan umurnya diduga bisa mencapai 100 tahun. Lobster hidup secara soliter dan bersembunyi di balik bebatuan atau di celah-celah karang. Budidaya lobster tidak dapat dilakukan secara masal, karena mempunyai sifat kanibalisme dan sangat agresif jika dipelihara secara bersama-sama dalam satu wadah.

Seperti halnya jenis crustaceae lainnya, lobster mengalami fase molting (ganti kulit) berkali-kali sepanjang hidupnya, berat dan ukurannya akan bertambah setiap kali proses molting selesai. Frekuensi molting sangat dpengaruhi oleh faktor suhu, dimana suhu optimalnya adalah antara 18 – 22 0C. Kematangan gonad lobster betina dicapai pada umur 2 tahun (panjang total 23 cm) pada kondisi lingkungan yang optimal. Jika kondisi lingkungannya kurang mendukung dibutuhkan waktu 5 – 9 (panjang total 25 cm) tahun untuk mencapai kematangan gonad. Perkawinan biasanya terjadi sesaat setelah lobster betina mengalami molting dan telur akan menetas 11 bulan setelah pemijahan berlangsung (Battaglene et al., 2004).

Larva lobster yang baru menetas (fase I – III) hidup secara pelagic dengan copepoda dan plankton lainnya sebagai sumber makanan utama. Pada fase ke IV, lobster sudah memiliki capit yang kecil dan mulai hidup didasar perairan selama 2 – 3 tahun. Untuk mencapai berat 300 gr (panjang karaps 75 cm), lobster membutuhkan 20 kali proses molting (Battaglene et al., 2004). Proses pergantian kulit (molting) berlangsung secara bertahap. Tahap ganti gulit didahului dengan pecahnya garis molting (molting line), tahap selanjutnya adalah keluarnya tubuh baru dari tubuh yang lama. Setelah tubuh baru keluar dari tubuh lama, tahap selanjutnya adalah penyerapan air dan garam-gram organik, sehingga sel-sel tubuh terpenuhi air (turgor). Setelah tahap ini secara keseluruhan tubuh udang akan menjadi besar dan terjadi pertambahan bobot yang cukup besar. Namun demikian tubuh udang masih dalam keadaan lunak. Pada tahap selanjutnya (post molting) akan terjadi proses pengapuran sehingga anggota badan udang akan mengeras (Hadie dan Hadie, 1993)

Budidaya Lobster (Homarus sp. )

Budidaya lobster dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu pembenihan, penggemukan dan budidaya secara menyeluruh (pembenihan sampai mencapai ukuran konsumsi) (Kristiansen et al., 2004). Hingga tahun 1970 budidaya lobster secara menyeluruh belum berhasil dilakukan, akan tetapi pembenihan lobster mulai menunjukkan hasil pada tahun 1995 (Aiken dan Waddy , 1995). Teknologi budidaya lobster secara individual mulai diperkenalkan pada tahun 1995, tetapi usaha budidaya secara komersial masih belum menguntungkan karena biaya produksi yang sangat tinggi. Pada saat ini lobster sudah dapat dibudidayak dalam komersial dengan menggunakan keramba laut. Usaha penggemukan lobster adalah segmen usaha yang layak dilakukan karena memiliki resiko yang kecil, biaya relatif rendah dan bahan baku banyak tersedia.

Keberhasilan usaha budidaya udang tidak lepas dari kegiatan teknis yang diimbangi dengan kegiatan sosial dan ekonomi. Beberapa faktor pendukung keberhasilan budidaya udang adalah konstruksi kolam/wadah budidaya, pengaturan air, pemilihan benih, pengelolaan, pengendalian hama dan penyakit, tatalaksana usaha dan pemasaran hasil (Murtidjo, 1999).

musida.web.id